Selasa, 30 April 2013

PEMELIHARAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA Pembahasan Hubungan industrial merupakan hubungan antara pelaku proses produksi barang maupun jasa yaitu pengusaha, pekerja dan pemerintah. Hubungan industrial bertujuan untuk menciptakan hubungan yang serasi, harmonis dan dinamis antara pelaku proses produksi tersebut. Oleh karena itu masing-masing pelaku produksi tersebut harus melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing secara baik. Dalam hubungan indutrial yang terlibat langsung dalam proses produksi adalah pengusaha dan pekerja, sedangkan pemeritah tidak terlibat secara langsung. Oleh karena itu pengusaha dan pekerja terlibat dalam suatu hubungan kerja yang menimbulkan hak dan kewajiban. Cara Memelihara Hubungan Kerja Pemeliharaan hubungan kerja dalam suatu organisasi sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut. Hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan hubungan kerja antara lain: 1. Motivasi Produktivitas suatu organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional dan obyektif, sistem imbalan dan berbagai faktor lainnya. Motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian dari berbagai faktor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sudut pemeliharaan hubungan dengan para karyawan, motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian yang penting. Oleh karena itu bagian yang mengelola sumber daya manusia mutlak perlu memahami hal ini dalam usahanya memelihara hubungan yang harmonis dengan seluruh anggota organisasi. Adanya motivasi yang tepat, akan mendorong para karyawan untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula. 2. Kepuasan Kerja Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi, serta situasi lingkungan akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang. Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan tingkat prestasi, usia pekerja, tingkat jabatan, dan besar kecilnya organisasi. C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila Untuk menunjukkan falsafah hubungan industrial pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari antara para pelaku proses produksi maka perlu diciptakan suatu kondisi dan suasana yang menunjang, agar sikap mental dan sikap sosial hubungan industrial pancasila dapat tumbuh dan berkembang sehingga menjadi perilaku semua pihak dalam pergaulan sehari-hari. Untuk menciptakan suasana yang menunjang tersebut maka perlu dikembangkan sarana-sarana utama yang menunjang terlaksananya hubungan industrial pancasila. Sarana-sarana tersebut adalah ( Dianto 2008): 1. Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit a. Lembaga kerjasama bipartit Lembaga ini penting dikembangkan di perusahaan agar komunikasi antara pihak pekerja dan pihak pengsaha selalu berjalan dengan lancar. Dengan demikian kesalahpahaman antara kedua belah pihak dapat dihindari, saling pengertian sehingga tercipta ketenangan kerja dan meningkatnya produksi dan produktifitas. b. Lembaga kerjasama tripartit Didalam perusahaan pemerintah juga merupakan pihak yang penting mewakili kepentingangan masyarakat umum. Karena itu dalam hubungan industrial pancasila keserasian antara pihak pekerja, pengusaha dan pemerintah perlu dijaga. Untuk itu lembaga lembaga tripartit perlu dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antara ketiga pihak tersebut. dengan berkembangnya lembaga kerjasama tripartit maka kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan dalam bidang hubungan industrial danpat dikomunikasikan didalam lembaga tripartid sehigga kal pancasila kebijaksanaan yang diambil pemerintah itu merupakan aspirasi dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak. 2. Kesepakatan Kerja Bersama a. Kesepakatan kerja bersama merupakan sarana yang penting dalam mewujudkan dalam mewujudkan hubungan industrial pancasila dalm praktek sehari-hari. Sebab melelaui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawaroh dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. b. Dalam kesepakatan kerja bersama semngat hubungan industrial perlu mendapat perhatian. Jiwa dari falsaafah hubungan industrial panccasil harus tercemin dalam kebijaksanaan mengenai pengupahan, syarat-syarat kerja maupun jamsos didalam kesepakatan kerja bersama. c. Untuk mendorong dicerminkanya falsafah hubungan industrial pancasila kedalam kesepakatan kerja bersama maka pada setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila 3. Kelembagaan Penyelesaian Perselisihan Industrial. a. Perlu disadari bahwa sekalipun kerjasama bipartit dan tripartit telah terbina dengan baik dan kesepakakatan kerja bersama telah pula diadakan, namun masalah perselisihan dalam praktik akan tetap terjadi dan sukar dihindari. Karena itu lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya. b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai, perantara, arbritasi, P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat meneyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah. Hal ini tentu saja akan dapat menghindari terjadinya dampak negatif dar i suatu perselisihan industrial. 4. Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. Karena itu perundangan dan peraturan kerja dapat menciptakan ketenangan dan kegairahan kerja. b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah Hubungan industrial Pancasila. Oleh karena itu peraturan perundangan yang ada perlu disempurnakan, diubah dan jika perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksaan hubungan industrial Pancasila. D. Serikat Pekerja dalam Indutri Menurut undang-undang No.13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan dan undang-undang No.21 tahun 2000 mendefinisikan serikat pekerja sebagai sebuah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas terbuka, mandiri demokrasi dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 1. Tujuan Serikat Pekerja Dalam Henry Simamora (2004:563) menurut Pasal 1 ayat 4 undang-undang serikat pekerja tahun 2000, serikat pekerja/ serikat buruh, federasi dan konfederensi serikat pekerja/ serikat buruh bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Tujuan kedua yaitu peningkatan tujuan sosial secara keseluruhan. Pencapain tujuan sosial telah menjadi bagian kontroversial dari filosofi serikat pekerja, terutama bagi kebanyakan orang yang umumnya lebih menyukai keuntungan adanya serikat pekerja untuk mereka sendiri. 2. Faktor-Faktor Pendukung Karyawan Masuk dalam Serikat Pekerja a. Ketidakpuasaan terhadap manajemen Beberapa alasan ketidakpuasan karyawan antara lain (Henry Simamora, 2004:560-563) 1. Kompensasi Para karyawan mendambakan kompensasi yang adil dan wajar. Upah penting bagi mereka karena upah menyediakan kebutuhan hidup dan kesenangan. Sekiranya kalangan karyawan merasa tidak puas dengan upahnya, mereka kemungkinan akan melirik bantuan serikat pekerja untuk meningkatkan standart hidup mereka. 2. Sistem upah dua tingkat Sistem upah dua tingkat (two tier wage system) adalah struktur upah yang mencerminkan tarif upah yang lebih rendah untuk karyawan yang baru diangkat tatkala dibandingkan dengan yang diterima oleh karyawan mapan yang mengerjakan pekerjaan serupa. Sistem ini merupakan salah satu perkembangan yang paling kontroversial dalam perundingan kerja bersama. Dalam sistem upah dua tingkat, karyawan yang baru diangkat dibayar lebih kecil daripada karyawan yang telah ada dalam daftar gaji. 3. Keselamatan kerja Karyawan-karyawan acapkali membutuhkan rasa keselamatan kerja dan keyakinan bahwa manajemen tidak akan mengambil keputusan yang serampangan dan tidak adil atas pekerjaan mereka. Bagi karyawan muda, keselamtan kerja (job security) sering kurang penting ketimbang bagi karyawan yang lebih tua. Tetapi seumpama para karyawan melihat manajemen secara konsisten memberhentikan karyawan yang lebih tua dalam rangka melapangkan tempat bagi karyawan yang lebih muda dan lebih agresif, mereka barangkali mulai memikirkan keselamatan kerjanya. 4. Sikap manajemen Di beberapa perusahaan, manajemen tidak peka terhadap kebutuhan para karyawannya. Pada saat situasi ini terjadi, kalangan karyawan mungkin menganggap bahwa mereka sedikit tidak berpengaruh sama sekali dalam hal-hal yang terkait dengan pekerjaan. Karyawan-karyawan yang merasa bahwa mereka benar-benar bukan bagian dari perusahaan merupakan sasaran utama pembentukan serikat pekerja. b. Saluran sosial Orang-orang perlu bersosialisasi dan menjadi bagian dari sebuah kelompok. Mereka umumnya menikmati berada di sekitar orang lain yang memiliki minat dan keinginan yang serupa. Serikat pekerja memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyatukan orang-orang yang mempunyai minat dan tujuan yang sama. Melalui pertemuan, aktivitas sosial, program pendidikan, dan proyek bersama, serikat pekerja dapat membangun ikatan persahabatan dan semangat tim yang sangat erat. c. Agar suara mereka di dengar Keinginan ekspresi diri merupakan dorongan fundamental manusia bagi sebagian besar orang. Mereka berharap dapat mengkomunikasikan tujuan, perasaan, keluhan, dan gagasan mereka kepada orang lain. Sebagian karyawan berharap lebih dari sekadar sekrup di dalam sebuah mesin besar. Mereka ingin agar manajemen mendengarkan mereka. Serikat pekerja menyediakan mekanisme penyaluran perasaan dan pikiran tersebut kepada jajaran manajemen. d. Menyediakan kesempatan untuk kepemimpinan Beberapa individu mendambakan peran kepemimpinan, namun tidak selalu mudah bagi karyawan operasional untuk berkembang ke arah posisi manajerial. Sungguhpun demikian, karyawan dengan aspirasi kepemimpinan acapkali dapat mewujudkannya melalui serikat pekerja. Manajemen perusahaan sering memperhatikan karyawan-karyawan yang menjadi ketua serikat pekerja, dan bukanlah hal yang luar biasa bagi mereka untuk mempromosikan karyawan seperti itu ke posisi manajerial sebagai penyelia. e. Tekanan rekan sejawat Teman-teman dan rekan sejawat dapat saja secara konstan mengingatkan seorang karyawan bahwa dia bukanlah seorang anggota serikat pekerja. Kegagalan menggabungkan diri dengan serikat pekerja dapat berakibat penolakan terhadap karyawan yang bersangkutan oleh karyawan lainnya. 3. Dampak Serikat Pekerja Dalam Henry Simamora (2004:556) menurut Pasal 104 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Para karyawan bergabung dengan serikat pekerja dalam upaya meningkatkan upah, kondisi kerja dan keselamatan kerja. a. Dampak monopoli Perspektif atas serikat pekerja berangkat dari premis bahwa serikat pekerja menaikkan upah di atas tingkat upah kompentitif. Kemajukan dampak gaji serikat pekerja di semua industri sebagian disebabkan oleh kemampuan serikat pekerja membawa ”upah keluar dari kompetisi”. Upah dapat keluar dari kompetisi melalui bebrapa cara, yaitu tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitif terhadap perubahan upah dan tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja. b. Dampak suara kolektif Di tempat kerja, suara seorang karyawan jarang efektif untuk mendatangkan perubahan. Selain itu, banyak karyawan yang takut akan dipecat sehingga mereka menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Penggabungan dan penggalangan suara kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen. c. Dampak terhadap manajemen dan produktivitas Serikat pekerja mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerjasama antara manajemen-karyawan. Homogenitas yang lebih kental dalam praktik-praktik sumber daya manusia sering tercapai akibat perjanjian perundingan kerja bersama yang menstandarisasi upah, jam kerja, dan kondisi kerja. Salah satu manfaat sampingan dari pembentukan serikat pekerja adalah bahwa perusahaan dapat dipaksa membenahi cara pelaksanaan fungsi-fungsi sumber daya manusianya. Moral kerja, produktivitas, dan harmoni para karyawan bisa nyata-nyata membaik manakala terjadi transisi dari suasana yang tanpa serikat pekerja dengan praktik-praktik sumber daya manusia yang menyedihkan ke suasana berserikat pekerja dengan perjanjian perundingan kerja bersama yang komprehensif. Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah kekuatan bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. d. Dampak terhadap para karyawan Pengaruh serikat pekerja terhadap para karyawan meliputi: • Ketidakpastian mengenai bayaran, jam kerja, dan kondisi kerja akan berkurang. Kompensasi dan paket tunjangan karyawan serta seperangkat peraturan kerja yang seragam akan mempersempit kemungkinan terjadinya kesalahpahaman antara kalangan karyawan dan manajemen. • Pemecatan karyawan dan perlakuan semena-mena relatif jarang terjadi di perusahaan yang berserikat pekerja karena adanya prosedur keluhan. • Serikat pekerja merupakan alat dari kalangan karyawan untuk dapat menyatukan kekuatan individual mereka ke dalam kekuatan kelompok yang sangat besar. E. Masalah Khusus yang Harus Dipecahkan dalam Hubungan Industrial 1. Masalah pengupahan a. Upah merupakan masalah sentral dalam Hubungan Industrial karena sebagian besar perselisihan terjadi bersumber dari masalah pengupahan. Bagi perusahaan upah merupakan komponen biaya yang cenderung untuk ditekan. Sedangkan bagi pekerja upah adalah sumber penghasilan bagi pekerja untuk hidup bersama keluarganya. Karena itu pekerja cenderung menginginkan upah itu selalu meningkat. Jadi terjadi perbedaan keinginan antara pekerja dan pengusaha mengenai upah. Apabila dalam perusahaan dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang adil akan dapat menciptakan ketenangan kerja, ketenangan usaha serta meningkatkan produktivitas kerja. Apabila dalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan di dalam perusahaan. b. Karena kondisi ketenagakerjaan yang belum menguntungkan khususnya ketidakseimbangan yang menyolok dalam pasar kerja yaitu penawaran tenaga kerja lebih besar dari permintaan tenaga kerja maka posisi tenaga kerja sangat lemah berhadapan dengan pengusaha. Akibatnya upah yang diterima pekerja sangat rendah terutama bagi pekerja lapisan bawah. Apabila upah bagi pekerja lapisan bawah penentuannya diserahkan kepada pasar tenaga kerja maka upah tersebut akan cenderung selalu menurun. Oleh sebab itu perlu dikembangkan program upah minimum untuk melindungi pekerja lapisan bawah tadi. Apabila upah masih rendah, maka orang sukar berbicara mengenai Hubungan Industrial Pancasila karena upah yang rendah adalah tidak manusiawi. Oleh sebab itu konsep upah minimum yang ada perlu dipertahankan dan diawasi pelaksanaanya. 2. Pemogokan a. Sekalipun hak mogok telah diatur dalam peraturan akan tetapi pemogokan akan merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Pemogokan merugikan semua pihak baik pekerja, pengusaha maupun masyarakat karena itu pemogokan harus dihindari dan kalau terjadi harus diselesaikan secara tuntas. b. Didalam falsafah Hubungan Industrial Pancasila yang berdasarkan musyawarah mufakat, mogok bukanlah merupakan upaya yang baik dalam menyelesaikan masalah. Namun demikian didalam peraturan perundangan kita, hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun mogok secara yuridis dibenarkan akan tetapi secara filosofis harus dihindari. Untuk itu upaya-upaya pencegahan pemogokan perlu ditingkatkan seperti pengembangan kelembagaan Bipartit, Tripartit, Kesepakatan Kerja Bersama dan Penyelesaian Perselisihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. F. Penyelesaian Permasalahan Perburuhan Hubungan Industrial, yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenal keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan. Cara yang dapat di tempuh dalam penyelesaian permasalahan perburuhan antara lain: 1. Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Undang-undang Hak Asasi Manusia No.39 Tahun 1999 memberi peluang bagi Buruh dan Tenaga Kerja dalam menyelesaikan sengketa buruh. Walaupun banyak kaum awam belum paham tentang tata cara penyelesaian sengketa Buruh melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Undang-undang No.39 Tahun 1999 memberi peluang sengketa buruh dapat diselesaikan melalui Komisi Hak Asasi Manusia. Pada pasal 89 ayat 3 sub h, dikemukakan Komnas HAM dapat menyelesaikan dan memberi pendapat atas sengketa publik, baik terhadap perkara buruh yang sudah disidangkan maupun yang belum disidangkan. Penjelasan Undang-undang tersebut mengatakan sengketa publik yang dimaksud di dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia tersebut termasuk 3 (tiga) golongan sengketa besar, antara lain sengketa pertanahan,sengketa ketenagakerjaan dan sengketa lingkungan hidup 2. Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 memungkinkan penyelesaian sengketa buruh/Tenaga Kerja diluar pengadilan. Dalam Wahyudi Husodo (2009) a. Penyelesaian Melalui Bipartie Bipartie merupakan langkah pertama yang wajib dilaksanakan dalam penyelesaian PHI oleh penguasa dan pekerja atau serikat pekerja adalah dengan melakukan penyelesaian dengan musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 Undang-undang No.2 Tahun 2004 memberi jalan penyelesaian sengketa Buruh dan Tenaga Kerja berdasarkan musyawarah mufakat dengan mengadakan azas kekeluargaan antara buruh dan majikan. b. Penyelesaian Melalui Mediasi Mediasi ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang mediator yang netral, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUPPHI. Pemerintah dapat mengangkat seorang Mediator yang bertugas melakukan mediasi atau juru damai yang dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa antara buruh dan majikan. c. Penyelesaian Melalui Konsiliasi Penyelesaian melalui Konsiliator yaitu pejabat Konsiliasi yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja berdasarkan saran organisasi serikat pekerja atau Serikat Buruh. Segala persyaratan menjadi pejabat Konsiliator tersebut di dalam pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Dimana tugas terpenting dari Kosiliator adalah memangil para saksi atau para pihak terkait dalam tempo selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima penyelesaian Konsiliator tersebut. d. Penyelesaian Melalui Arbitrase Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya, telah diatur di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa perdagangan. Oleh karena itu arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam undang-undang ini merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial. Undang-undang dapat menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dan majikan di dalam suatu perusahaan. Untuk ditetapkan sebagai seorang Arbiter sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1). 3. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Dalam UU PPHI, disebutkan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 hakim, satu hakim karir dan dua hakim ad hoc. Hakim ad hoc adalah anggota majelis hakim yang ditunjuk dari organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Hakim ad hoc, dianggap orang yang mengerti dan memahami hukum perburuhan saat ini dengan baik. "Tujuannya, karena hukum perburuhan ini mempunyai sifat yang spesifik, maka dibutuhkan orang-orang khusus yang mengerti permasalahan perburuhan. Dalam Pasal 56 Undang-undang No.2 Tahun 2004 mengatakan Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan: • di tingkat pertama mengenai perselisihan hak • di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan • di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja • di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. G. Peranan Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Perselisihan Perburuhan Di negara manapun pemerintah selalu berkpentingan dalam perdamaian industrial (industrial peace). Berarti pemerintah selalu berkepentingan dalam penyelesaian perselisihan perburuhan secara damai. Kepentingan tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti pandangan politik, ekonomi dan ketertiban masyarakat. Sudut pandang tersebut dapat dibenarkan antara lain karena kehidupan industrial mempunyai dampak terhadap berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tambahan pula, pemerintah memang bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur semua segi kehidupan berorganisasi, bermasyarakat dan bernegara. Peranan pemerintah dalam penyelesaian pereselihan perburuhan pada hakikatnya berkisar pada: a. Menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan tentang hubungan industrial dalam negara yang bersangkutan dan cara-cara penyelesaiannya dalam hal hubungan industrial itu terganggu. b. Mengawasi pelaksaan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut. c. Mencegah timbulnya perselisihan perburuhan. d. Bertindak selaku mediator apabila perselisihan perburuhan terjadi sehingga diperoleh penyelesaian yang serasi antara lain dengan mempermudah prosedur yang ditempuh dalam proses arbitrasi. Adanya serangkaian peraturan perundang-undangan tentang hubungan industri yang disertai ketentuan-ketentuan penyelesaian perselisihan perburuhan sangat penting artinya untuk dijadikan pegangan, baik oleh para pekerja dan serikat pekerja, manajemen maupun arbitrator. Peranan pemerintah selaku pendorong penyelesaian perselisihan perburuhan yang saling menguntungkan pada umumnya diterima baik oleh para pekerja maupun oleh manajemen. Pemerintah dapat berperan penting sebagai mediator seperti misalnya dalam hal mengusulkan arbitrator kepada kedua belah pihak yang beresengketa. Dengan menerima arbitrator yang diusulkan oleh pemerintah itu, proses arbitrasi diharapkan dapat berjalan dengan lancar. sumber : http://danang-leo-handoko.blogspot.com/2012/01/pemeliharaan-hubungan-industrial.html Siagian, Sondang. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed.1, Cet.17. Jakarta:Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar