Minggu, 30 Juni 2013

Pemberian Subsidi Jamsostek Luar Hubungan Kerja Jakarta-Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberikan subsidi iuran program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) untuk sebanyak 10. 600 pekerja informal yang tersebar di 12 Kab/Kota di Indonesia menerima dari untuk masa iuran 7 (tujuh) bulan sejak bulan Juni sampai dengan Desember 2013.Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnakertrans R. Irianto Simbolong mengatakan mekanisme pemberian stimulus, berupa bantuan iuran program Jamsostek bagi Jaminan Sosial Tenaga Kerja luar Hubungan Kerja (TK-LHK) melalui transfer dana ke PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1995. “Untuk memperoleh subdisi iuran jamsostek ini, para pekerja informal bisa mendaftarkan diri langsung atau bergabung dalam sebuah wadah yang menjadi organisasi yang dibentuk oleh, dari dan untuk peserta untuk menjadi peserta yang terdaftar dalam penyelenggaraan program jamsostek,”kata Irianto di Jakarta, Minggu “Untuk menjamin subsidi iuran jamsostek diterima oleh para pekerja LHK yang benar-benar membutuhkan, pihak Kemnakertrans telah membentuk tim pendataan, tim seleksi dan tim validasi data, “ujarnya.Tim ini melibatkan pegawai hubungan industrial tingkat pusat dan daerah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan tingkat provinsi, Kabupaten, Kota, pegawai PT Jamsostek dan pembina sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang penunjukkannya melalui SK Dirjen PHI dan Jamsos Kemnakertrans.Irianto mengatakan dengan mengikuti iuran jaminan sosial dan menjadi peserta Jamsostek, maka TK LHK mendapat santunan berupa uang dan pelayanan ketika mengalami risiko sosial seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua. Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat. Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero. Kontribusi atau premi yang dibayar dalam rangka memperoleh jaminan sosial tenaga kerja adalah bergantung pada jenis jaminan tersebut. Iuran JKK adalah berkisar antara 0,24 persen – 1,742 persen dari upah per bulan dan atau per tahun, bergantung pada kelompok jenis usaha (terdapat 5 kelompok usaha), dan dibayar (ditanggung) sepenuhnya oleh pengusaha (selaku pemberi kerja). sumber : http://spjamsostek.com/docs/anggaran-dasar. http://www.sindotrijaya.com/news/detail/3884/ini-mekanisme-pemberian-subsidi-jamsostek-luar-hubungan-kerja#.
Pemberian Subsidi Jamsostek Luar Hubungan Kerja Jakarta-Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi memberikan subsidi iuran program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) untuk sebanyak 10. 600 pekerja informal yang tersebar di 12 Kab/Kota di Indonesia menerima dari untuk masa iuran 7 (tujuh) bulan sejak bulan Juni sampai dengan Desember 2013.Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnakertrans R. Irianto Simbolong mengatakan mekanisme pemberian stimulus, berupa bantuan iuran program Jamsostek bagi Jaminan Sosial Tenaga Kerja luar Hubungan Kerja (TK-LHK) melalui transfer dana ke PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1995. “Untuk memperoleh subdisi iuran jamsostek ini, para pekerja informal bisa mendaftarkan diri langsung atau bergabung dalam sebuah wadah yang menjadi organisasi yang dibentuk oleh, dari dan untuk peserta untuk menjadi peserta yang terdaftar dalam penyelenggaraan program jamsostek,”kata Irianto di Jakarta, Minggu “Untuk menjamin subsidi iuran jamsostek diterima oleh para pekerja LHK yang benar-benar membutuhkan, pihak Kemnakertrans telah membentuk tim pendataan, tim seleksi dan tim validasi data, “ujarnya.Tim ini melibatkan pegawai hubungan industrial tingkat pusat dan daerah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan tingkat provinsi, Kabupaten, Kota, pegawai PT Jamsostek dan pembina sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang penunjukkannya melalui SK Dirjen PHI dan Jamsos Kemnakertrans.Irianto mengatakan dengan mengikuti iuran jaminan sosial dan menjadi peserta Jamsostek, maka TK LHK mendapat santunan berupa uang dan pelayanan ketika mengalami risiko sosial seperti kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua. Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat. Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero. Kontribusi atau premi yang dibayar dalam rangka memperoleh jaminan sosial tenaga kerja adalah bergantung pada jenis jaminan tersebut. Iuran JKK adalah berkisar antara 0,24 persen – 1,742 persen dari upah per bulan dan atau per tahun, bergantung pada kelompok jenis usaha (terdapat 5 kelompok usaha), dan dibayar (ditanggung) sepenuhnya oleh pengusaha (selaku pemberi kerja).

Senin, 17 Juni 2013

PEMBERIAN UPAH DAN KESEJAHTERAN BURUH SAP MINGGU KE-8 Definisi Upah. Imbal Jasa / Upah memiliki beragam definisi. Definisi yang umum dijelaskan dan digambarkan dalam buku-buku literatur dan kegiatan sehari-hari di dunia industri adalah : 1. Upah menurut Undang-Undang "Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha / pemberi kerja kepada pekerja / buruh yang ditetapkan dan di bayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja / buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan." (Undang Undang Tenaga Kerja No.13 Tahun 2000, Bab I, pasal 1, Ayat 30) 2. Upah menurut pengertiannya Upah adalah sebuah kesanggupan dari perusahaan untuk menilai karyawannya dan memposisikan diri dalam benchmarking dengan dunia industri. Perusahaan wajib memiliki kerangka dasar System Pengupahan yang baku & standard untuk dijadikan acuan dalam pembicaraan negosiasi gaji. Tujuan utama dari ini adalah untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi serta memuaskan karyawan agar tetap bertahan & berkarya di perusahaan kita. Pada umumnya perusahaan sektor swasta (yang belum terbuka) memerlukan suatu filosofi upah yang kompetitif. Sedangkan untuk perusahaan terbuka (Tbk) umumnya memerlukan filosofi yang lengkap dengan berfokus pada benefit & kualitas pekerjaan. Rangkuman dari Filosofi Upah adalah sebuah Maha Karya Perusahaan / Corporate Masterpiece (selain dari produk perusahaan) yaitu sebuah Total Kompensasi. Dimana dalam Total Kompensasi ini terdapat komponen yang saling menunjang satu dengan lainnya agar perusahaan dapat kompetitif di pasar industri. Komponen-komponen tersebut dapat berwujud langsung maupun tidak langsung diterima karyawan seperti gaji, insentif / tunjangan, saham, medical dsb. Kesemua ini merupakan bentuk kombinasi yang harus menarik, mengikat, dan memotivasi serta memuaskan karyawan. Untuk lebih jelasnya bisa kita simak beberapa contoh strategi pengupahan di bawah ini : • Penawaran gaji yang kompetitif di pasar • Optimalisasi Turn Over pada penekanan strategi menarik karyawan baru • Fokus pada menahan karyawan tinggal (retain) • Struktur Penggajian yang sempurna (kompetitif, menarik, menahan dan mempertahankan serta mampu mempengaruhi pasar industri) Tantangan yang kini dihadapi oleh perusahaan adalah "How To Create Effective Total Compensation System". Hal ini bukanlah tugas yang mudah bagi para top management untuk merumuskannya. Contoh mudah bisa kita gambarkan demikian : Sebuah perusahaan kecil yang berkembang dengan memiliki cash flow & turn over yang rendah hendak menentukan system pengupahan yang baku. Filosofi yang mungkin bisa dilaksanakan adalah • Memberikan pengupahan dasar yang kompetitif dan bukan secara agresif, namun dapat dibandingkan dengan yang didapatkan di tempat lain • Menawarkan equity perusahaan (saham) sehingga mereka akan memperoleh hasil yang memuaskan apabila perusahaan tersebut profitable • Melakukan program pengupahan yang progresif melalui insentif sehingga high performance dapat merasakan perbedaannya • Melakukan strategi memimpin di awal tahun dan tertinggal di akhir tahun dan sebaliknya (strategi yang sama dapat juga diimplementasikan namun berbeda dalam interval waktu). Pada umumnya peninjauan gaji biasanya dilakukan 1-2 kali setahun dimana pasar industri terus menerus bergerak secara spontan. Penentuan peninjauan gaji harus dilakukan oleh perusahaan secara berkala tiap tahun untuk merefleksikan kondisi perusahaan di pasar industri apakah akan memimpin atau ditengah-tengah atau paling bawah di pasar industri Skill & Performance merujuk harga pasar Filosofi upah yang sekarang sudah mulai memberlakukan skill-kompensasi. Semakin tinggi kemampuan & performance yang dimiliki, maka kompensasinya akan mendekati standarisasi. Cara ini biasanya dilakukan untuk para spesialis khusus bidang tertentu dan bukan pada level managerial. Berbeda halnya dengan Skill & Performance, Masa Kerja merupakan faktor yang kurang disenangi dalam perhitungan Upah. Namun hal ini tidak bisa dihilangkan begitu saja dan akan tetap abadi persoalan ini. Contoh sederhana adalah apabila seseorang yang memiliki gaji Rp.8.500.000 dan dia berada pada comparatio 85%, maka ia & perusahaan akan dihadapkan pada masalah loyalitas. Bisa saja si karyawan akan mudah meninggalkan pekerjaannya dan menuju ke kompetitor lainnya. Sebenarnya perusahaan akan sangat mudah melakukan increament & adjustment hingga compa ratio 90-95% (Rp.9.000.000 - Rp.9.500.000). Namun pada prinsipnya perusahaan harus memutuskan apakah akan menaikkan sesuai dengan pasar 100% atau memang sengaja membiarkan agar karyawan tersebut meninggalkan perusahaan dan menggantinya dengan yang baru. Ada beberapa keuntungan dengan menggunakan Pay for Proficiency. Sebab upah dibakukan kepada nilai/harga pasar suatu pekerjaan. Karyawan tidak lagi terbentur pada masalah kenaikan gaji tahunan yang hanya berkisar sekian persen. Sebab nilai/harga pasar suatu pekerjaan merujuk kepada ketrampilan, maka pembicaraan & diskusi mengenai gaji dapat dimulai dari bermacam-macam tingkatan. Mulai dari tingkatan paling dasar (basic hingga advance). Penilaian ini didasarkan pada pengukuran sampai dimana tingkat kemampuannya pada pekerjaannya tersebut. Keahlian tidaklah sama dengan performance. Seseorang yang masih belum menguasai pekerjaannya tetaplah bisa memperlajari dari awal terutama setelah melalui masa promosi dan tidak bisa dinilai sebagai poor performance. Namun hasilnya sebaiknya melebihi dari harapan tersebut. Karyawan yang melebihi dari yang diharapkan tersebut sebaiknya dipertahankan dan dipacu untuk bergerak melampaui level selanjutnya. Jika tidak dilakukan akan menyebabkan karyawan menjadi stagnan & tidak termotivasi serta mulai mencari tantangan baru di tempat lainnya. Program ini harus dijalankan secara berkesinambungan. Secara hukum, praktek penggajian harus konsisten, tidak diskriminatif, & sewenang-wenang. Namun filosofi penggajian dapat diberlakukan : • Sistem penggajian untuk posisi yang "sulit diisi" perlu diberlakukan secara progresif • Konsistensi untuk meniadakan labour dispute. Standarisasi perlu dilakukan agar dikemudian hari tidak terjadi permasalahan dengan karyawan yang baru masuk dengan karyawan yang sudah lama. Beberapa kasus yang bermula hanya berasal dari ketidak-konsistensian ini mengakibatkan terjadinya proses hukum dan hal ini dibiarkan berlarut-larut. Kasus ini dapat dibenahi namun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika perusahaan memiliki biaya, maka sebaiknya dilakukan langkah untuk "Lay People Off atau Freeze Salary". Komunikasi 1. Komunikasi adalah bagian dari mempertahankan karyawan unggulan Beberapa perusahaan melakukan komunikasi tentang filosofi penggajiannya kepada karyawannya bahkan menjadikannya sebagai recruitment & retention strategy. Hal ini akan memudahkan recruitor dalam melakukan propose salary kepada kandidat dimana penawarannya akan mempunyai dasar. Begitupula halnya dengan kandidat, mereka akan mengetahui standard di perusahaan tersebut.Contoh yang bagus adalah misalnya sebuah perusahaan yang turn overnya tinggi di engineering department (sebuah departement yang sangat berperan penting dalam kesuksesan peningkatan profit perusahaan) memutuskan ingin mempekerjakan seorang technical & maintenance support yang diatas pasar. jabatan ini memperoleh kemudahan-kemudahan yang luar biasa di perusahaan tersebut. Komunikasipun dilakukan di lingkup karyawan oleh Top Management (CEO). hasilnya adalah beberapa karyawan menganggap bahwa hal ini tidak adil & tidak fair sehinga mereka meninggalkan perusahaan ke tempat lain. Sedangkan karyawan yang lainnya akan menganggap bahwa perusahaan telah berlaku adil, jujur dan memilih untuk berkarya di perusahaan. hal ini memudahkan perusahaan dalam menarik & menahan karyawan di engineering department agar tetap berkarya di perusahaan dan tidak pindah. 2. Komunikasi yang melibatkan top management Lakukanlah dialog dengan HR Department mengenai kompensasi agar diperoleh informasi yang lebih akurat dan terstruktur. Filosofi perusahaan akan tercermin dan terimplementasi dalam struktur tersebut. Namun apabila di perusahaan belum mempunyai filosofi & struktur penggajian, maka ajukan saran kepada top management agar melakukan pembenahan dan evaluasi struktur kompensasi di internal dahulu lalu dilanjutkan dengan benchmarking pasar. Hal ini perlu dilakukan karena setiap karyawan berhak untuk memperoleh pengetahuan tentang jabatannya yang dikonversikan ke dalam struktur gaji. Filosofi penggajian harus dilakukan untuk mengetahui apakah karyawan kita itu underpay, overpay atau meet. Underpay & overpay akan menghasilkan masalah biaya dalam perusahaan (turn over maupun high salary). Biasanya HR Department sangat berperan dalam filosofi penggajian ini, namun dalam pelaksanaan & komunikasi, seluruh top management (senior manager) harus dilibatkan dan filosofi tersebut harulah in-line dengan objektif perusahaan. Para Top Management haruslah saling mengerti dan menyetujui serta mendukung program pengupahan ini agar bisa dijalankan dengan sukses. Filosofi Teori Kompensasi (Compensation Theory) Kompensasi merupakan faktor yang sangat berpengaruh di dalam sebuah perusahaan.Tidaklah heran faktor yang satu ini menjadi salah satu pemicu utama bagi karyawan dalam menentukan langkah karirnya kedepan dan bagi perusahaan adalah penentuan langkah strategik perusahaan kedepan. Sistem kompensasi dalam organisasi haruslah diselaraskan dengan strategi & tujuan dari organisasi serta asas kepatutan yang normatif di dalam lingkungan tersebut sehingga terjadi keselarasan antara perusahaan, karyawan serta komunitas di lingkungan tersebut (negara & masyarakat sekitarnya) Di dalam kehidupan bernegara kita mengenal banyak macam ragam sistem perekonomian seperti : komunis, sosialis, dan kapitalis serta liberalis. Konsep-konsep ini sangat mempengaruhi kehidupan bernegara dan bermasyarakat serta berinvestasi. Karena hal ini akan saling terkait dengan beberapa faktor yang berlaku & berjalan di suatu daerah / negara. Namun pada prinsipnya, meskipun berbeda sistemnya, strategi & program kompensasi tetaplah akan berguna & efektif apabila para pengambil keputusan (top manajemen) melakukan beberapa hal : 1. Asas Kepatuhan Dilakukan minimal sesuai dengan tatanan hukum & peraturan yang berlaku di lingkungan tersebut (negara) 2. Asas Efektivitas & Efisiensi Strategi yang dijalankan haruslah efektif & efisien, sehingga perusahaan dapat bersaing dengan sempurna di pasaran global ketika benchmarking dijalankan 3. Asas 3P Concept Strategi Kompensasi harus sudah mengikuti konsep • Pay for Position, dimana perusahaan mengacu pada standar yang diberlakukan untuk sebuah posisi yang akan ditempati oleh karyawan tersebut • Pay for Person, dimana perusahaan mengacu pada budaya organisasi serta adaptabilitas yang tinggi dari karyawan untuk bisa nyaman bekerja • Pay for Performance, dimana perusahan memberikan peningkatan imbal jasa yang disesuaikan dengan kinerja 4. Asas Kinerja Organisasi Strategi kompensasi juga mempertimbangkan internal di perusahaan agar tetap berkesinambungan dalam persaingan global di industri. Peningkatan kinerja diperlukan guna memperbaiki kompensasi yang telah ada. Produk kompensasi akan selalu berubah setiap masa karena pasar selalu bergerak dan berubah. Untuk itu diperlukan strategi & pendekatan kompensasi secara fleksibel. Referensi : Managing Human Resources, Gomez-Mejia, Prentice Hall Human Resources Management, Noe, McGraw-Hill Human Resources Management, Robert L Malthis, South Western Management Sumber Daya Manusia, Dr.Ir.Tb.Sjafri Mangkuprawira Erisa Ojimba, Certified Compensation Profesi. Definisi Upah, Upah Riil, Upah Nominal, Gaji, dan Penghasilan Upah Tenaga Kerja Pemberian upah kepada tenaga kerja dalam suatu kegiatan produksi pada dasarnya merupakan imbalan/balas jasa dari para produsen kepada tenaga kerja atas prestasinya yang telah disumbangkan dalam kegiatan produksi. Upah tenaga kerja yang diberikan tergantung pada: a) Biaya keperluan hidup minimum pekerja dan keluarganya. b) Peraturan undang-undang yang mengikat tentang upah minimum pekerja (UMR). c) Produktivitas marginal tenaga kerja. d) Tekanan yang dapat diberikan oleh serikat buruh dan serikat pengusaha. e) Perbedaan jenis pekerjaan. Upah yang diberikan oleh para pengusaha secara teoritis dianggap sebagai harga dari tenaga yang dikorbankan pekerja untuk kepentingan produksi. Sehubungan dengan hal itu maka upah yang diterima pekerja dapat dibedakan dua macam yaitu: Upah Nominal, yaitu sejumlah upah yang dinyatakan dalam bentuk uang yang diterima secara rutin oleh para pekerja. Upah Riil , adalah kemampuan upah nominal yang diterima oleh para pekerja jika ditukarkan dengan barang dan jasa, yang diukur berdasarkan banyaknya barang dan jasa yang bisa didapatkan dari pertukaran tersebut. Teori Upah Tenaga Kerja Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dalam hal upah dan pembentukan harga uapah tenaga kerja, berikut akan dikemukakan beberapa teori yang menerangkan tentang latar belakang terbentuknya harga upah tenaga kerja. Teori Upah Wajar (alami) dari David Ricardo Teori ini menerangkan: - Upah menurut kodrat adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja dengan keluarganya. - Di pasar akan terdapat upah menurut harga pasar adalah upah yang terjadi di pasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran. Upah harga pasar akan berubah di sekitar upah menurut kodrat. Oleh ahli-ahli ekonomi modern, upah kodrat dijadikan batas minimum dari upah kerja. Teori Upah Besi Teori upah ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle. Penerapan sistem upah kodrat menimbulkan tekanan terhadap kaum buruh, karena kita ketahui posisi kaum buruh dalam posisi yang sulit untuk menembus kebijakan upah yang telah ditetapkan oleh para produsen. Berhubungan dengan kondisi tersebut maka teori ini dikenal dengan istilah “Teori Upah Besi”. Untuk itulah Lassalle menganjurkan untuk menghadapi kebijakan para produsen terhadap upah agar dibentuk serikat pekerja. Teori Dana Upah Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill. Menurut teori ini tinggi upah tergantung kepada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Sedangkan penawaran tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang disediakan perusahaan untuk pembayaran upah. Peningkatan jumlah penduduk akan mendorong tingkat upah yang cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja. Teori Upah Etika Menurut kaum Utopis (kaum yang memiliki idealis masyarakat yang ideal) tindakan para pengusaha yang memberikan upah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, merupakan suatu tindakan yang tidak “etis”. Oleh karena itu sebaiknya para pengusaha selain dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan keluarganya, juga harus memberikan tunjangan keluarga. Pendapatan adalah nilai maksimal yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula, pendapatan merupakanbalas jasa yang diberikan kepada pekerja atau buruh yang punya majikan tapi tidak tetap. Pemberian upah dan kesejahteraan karyawan Menurut Pasal 1 ayat 30 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat 1 No. 13/2003). Kebijakan pemerintah mengenai pengupahan yang melindungi pekerja/buruh meliputi: • Tujuan Penggajian Tujuan penggajian, antara lain : a. Ikatan kerja sama Dengan pemberian gaji terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas – tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar gaji sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b. Kepuasan kerja Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya. c. Pengadaan efektif Jika program gaji ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d. Motivasi Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. e. Stabilitas karyawan Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnover relatif kecil. f. Disiplin Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan – peraturan yang berlaku. g. Pengaruh serikat buruh Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h. Pengaruh pemerintah Jika program gaji sesuai dengan undang – undang yang berlaku (seperti batas gaji minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. Di Indonesia dikenal beberapa sistem pemberian upah, yaitu : 1. Upah menurut waktu Sistem upah dimana besarnya upah didasarkan pada lama bekerja seseorang. Satuan waktu dihitung per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Misalnya pekerja bangunan dibayar per hari / minggu. 2. Upah menurut satuan hasil Menurut sistem ini, besarnya upah didasarkan pada jumlah barang yang dihasilkan oleh seseorang. Satuan hasil dihitung per potong barang, per satuan panjang, atau per satuan berat. Misal upah pemetik daun teh dihitung per kilo. 3. Upah borongan 4. Sistem bonus Sistem bonus adalah pembayaran tambahan diluar upah atau gaji yang ditujukan untuk merangsang (memberi insentif) agar pekerja dapat menjalankan tugasnya lebih baik dan penuh tanggungjawab, dengan harapan keuntungan lebih tinggi. Makin tinggi keuntungan yang diperoleh makin besar bonus yang diberikan pada pekerja. 5. Sistem mitra usaha Dalam sistem ini pembayaran upah sebagian diberikan dalam bentuk saham perusahaan, tetapi saham tersebut tidak diberikan kepada perorangan melainkan pada organisasi pekerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja dapat ditingkatkan menjadi hubungan antara perusahaan dan mitra kerja. c. Tunjangan Tunjangan adalah tambahan benefit yang ditawarkan perusahan pada pekerjanya. Ada 2 macam tunjangan, tunjangan tetap dan tidak tetap. Yang dimaksud tunjangan tetap adalah tunjangan yang diberikan secara rutin per bulan yang besarannya relatif tetap, contoh: tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi Sedangkan, tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja, seperti tunjangan transportasi, tunjangan makan, insentif, biaya operasional Dengan pemberian tunjangan kinerja karyawan yang diterapkan dengan tepat dalam suatu Instansi Perusahaan . Diantara manfaat yang diperoleh dari diberikannya tunjangan kinerja karyawan adalah : a) Memperbaiki semangat dan kesetiaan karyawan; b) Menurunkan tingkat absensi dan kedisiplinan karyawan/staf; c) Memperbaiki hubungan antar karyawan/staf; d) Mengurangi pengaruh organisasi baik yang ada maupun yang potensial; sumber: http://m.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/pekerjaan-yang-layak/upah-kerja http://ilerning.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1241:gajiupah-edit-mar&catid=47:akuntansi-dasar&Itemid=65 http://afifahmel.blogspot.com/2011/03/definisi-upah.html
KETENTUAN POKOK KETENAGAKERJAAN SAP MINGGU KE-7 JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan, dan jaminan hari tua. Cakupan jaminan kecelakaan kerja (JKK) meliputi: biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, pengobatan, perawatan, biaya rehabilitasi, serta santunan uang bagi pekerja yang tidak mampu bekerja, dan cacat. Apabila pekerja meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, mereka atau keluarganya berhak atas jaminan kematian (JK) berupa biaya pemakaman dan santunan berupa uang. Apabila pekerja telah mencapai usia 55 tahun atau mengalami cacat total/seumur hidup, mereka berhak untuk memperolah jaminan hari tua (JHT) yang dibayar sekaligus atau secara berkala. Sedangkan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja termasuk keluarganya, meliputi: biaya rawat jalan, rawat inap, pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan, diagnostik, serta pelayanan gawat darurat. Pada dasarnya program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully funded system, tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero. Kontribusi atau premi yang dibayar dalam rangka memperoleh jaminan sosial tenaga kerja adalah bergantung pada jenis jaminan tersebut. Iuran JKK adalah berkisar antara 0,24 persen – 1,742 persen dari upah per bulan dan atau per tahun, bergantung pada kelompok jenis usaha (terdapat 5 kelompok usaha), dan dibayar (ditanggung) sepenuhnya oleh pengusaha (selaku pemberi kerja). Demikian pula dengan JK, iuran sepenuhnya merupakan tanggungan pengusaha yaitu sebesar 0,30 persen dari upah per bulan. Sementara itu, iuran JPK juga merupakan tanggungan pengusaha yaitu sebesar 6 persen dari upah per bulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3 persen dari upah per bulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, serta mempunyai batasan maksimum premi sebesar satu juta rupiah. Sedangkan iuran JHT ditanggung secara bersama yaitu sebesar 3,70 persen dari upah per bulan ditanggung oleh pengusaha, dan 2 persen dari upah per bulan ditanggung oleh pekerja. Dalam UU No. 3 Tahun 1992, dinyatakan bahwa penyelenggara perlindungan tenaga kerja swasta adalah PT Jamsostek. Setiap perusahaan swasta yang memperkerjakan sekurang-kurangnya 10 orang atau dapat membayarkan upah sekurang-kurangnya Rp 1 juta rupiah per bulan diwajibkan untuk mengikuti sistem jaminan sosial tenaga kerja ini. Namun demikian, belum semua perusahaan dan tenaga kerja yang diwajibkan telah menjadi peserta Jamsostek. Data menunjukan, bahwa sektor informal masih mendominasi komposisi ketenagakerjaan di Indonesia, mencapai sekitar 70,5 juta, atau 75 persen dari jumlah pekerja – mereka belum tercover dalam Jamsostek. Sampai dengan tahun 2002, secara akumulasi JKK telah mencapai 1,07 juta klaim, JHT mencapai 2,85 juta klaim, JK mencapai 140 ribu klaim, dan JPK mencapai 54 ribu klaim. Secara keseluruhan, nilai klaim yang telah diterima oleh peserta Jamsostek adalah sekitar Rp 6,2 trilyun. Namun demikian, posisi PT Jamsostek mengalami surplus sebesar Rp 530 milyar pada Juni 2002 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tata cara pelaporan ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER O6/MEN/1995 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan, yang penyampaiannya dilaksanakan secara langsung atau melalui pos oleh perusahaan kepada instansi yang membidangi ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota dan selanjutnya oleh instansi yang bersangkutan diteruskan ke instansi yang membidangi ketenagakerjaan pada Provinsi dan Pusat, yang saat ini ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga Pemerintah mengalami kendala dalam menetapkan kebijakan mengenai hubungan ketenagakerjaan, perlindungan tenaga kerja dan kesempatan kerja secara nasional; b. bahwa penetapan kebijakan sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah sangat penting tertutama menghadapi era globalisasi yang menuntut tersedianya data yang akurat, cepat dan terukur serta sedapat mungkin berbasis teknologi informasi, sehingga penetapan kebijakan dapat mengakomodir kebutuhan hubungan ketenagakerjaan, perlindungan tenaga kerja dan kesempatan kerja dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan perlakuan yang tidak memihak (fair treatment) dan dilaksanakan seragam (equal implementation) untuk seluruh Indonesia; c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b, dipandang perlu untuk mengubah tata cara pelaporan ketenagakerjaan di perusahaan dengan Peraturan Menteri. Mengingat : 1. Undang undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang berlakunya Undang undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); 2. Undang undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918); 3. Undang undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3201); 4. Undang undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 5. Undang undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO No. 81 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4309); 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1980 tentang Wajib Lapor Lowongan Pekerjaan; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005. MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAPORAN KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : a. Pengusaha adalah : 1. Orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik sendiri; 2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; 3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2, yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. b. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara; c. Laporan ketenagakerjaan adalah laporan yang memuat data tentang keadaan ketenagakerjaan di Perusahaan; d. Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah Pegawai Negeri Sipil pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi yang ditunjuk oleh Menteri dan diserahi tugas mengawasi serta menegakkan hukum dalam pelaksanaan peraturan perundang undangan ketenagakerjaan; e. Basis Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan adalah suatu aplikasi sistem informasi yang mengumpulkan, mengelola dan memverifikasi data dan Informasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan; f. Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan Tingkat Nasional adalah data olahan yang menyajikan data dan informasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan yang ada di wilayah provinsi sebagai bahan perumusan kebijakan tingkat nasional; g. Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan Tingkat Provinsi adalah data olahan yang menyajikan data dan informasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan yang ada di wilayah Provinsi sebagai bahan perumusan kebijakan tingkat provinsi; h. Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan Tingkat Kabupaten/Kota adalah data olahan yang menyajikan data dan informasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan yang ada di wilayah kabupaten/kota sebagai bahan perumusan kebijakan tingkat kabupaten/kota. Pasal 2 (1) Pengusaha wajib membuat laporan ketenagakerjaan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya baik pada kantor pusat, cabang maupun pada bagian perusahaan yang berdiri sendiri. (2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib disampaikan kepada Menteri dalam bentuk data elektronik yang dihimpun dalam Basis Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan melalui Sistem Informasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan (SINLAPNAKER). Pasal 3 (1) Laporan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dibuat dengan menggunakan bentuk laporan ketenagakerjaan sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini. (2) Basis Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan setelah menerima laporan ketenagakerjaan wajib memberikan tanda penerimaan serta nomor pendaftaran. (3) Basis Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) menghimpun dan menyajikan data wajib lapor Ketenagakerjaan untuk skala nasional, provinsi dan kabupaten/kota. (4) Basis Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan Di Perusahaan dapat diakses oleh perusahaan atau unit pengawasan ketenagakerjaan pada instansi yang membidangi ketenagakerjaan di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui jaringan sistem informasi yang telah ditetapkan secara proporsional. (5) Tata Cara memperoleh Data Wajib Lapor Ketenagakerjaan melalui Ketentuan Seputar Kontrak Kerja Jika Anda diterima kerja di suatu perusahaan, Anda pasti akan diberikan surat perjanjian kerja/ kontrak kerja. Sebelum Anda menanda-tangani kontrak, baca dan pelajari kontrak kerja Anda terlebih dahulu. Dalam kontrak kerja, kita dapat mengetahui syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban bagi pekerja dan pemberi kerja/pengusaha yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, selain itu kita juga dapat mengetahui status kerja, apakah kita berstatus karyawan tetap atau karyawan kontrak. Apa yang dimaksud dengan Kontrak Kerja? Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Bagaimana membuat kontrak kerja yang memenuhi syarat? Ada saja yang ada di dalamnya? Menurut pasal 54 UU No.13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh c. jabatan atau jenis pekerjaan d. tempat pekerjaan e. besarnya upah dan cara pembayarannya f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Apa syarat kontrak kerja dianggap sah? Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa : Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat; • kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya • kecakapan untuk membuat suatu perikatan • suatu pokok persoalan tertentu • suatu sebab yang tidak terlarang Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa : Perjanjian kerja dibuat atas dasar: • kesepakatan kedua belah pihak • kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum • adanya pekerjaan yang diperjanjikan • pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Apa saja jenis kontrak kerja? 1. 1. Menurut bentuknya a) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis • Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut. • Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja. b) Berbentuk Tulisan • Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh. • Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing buruh dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU 13/2003). Sumber : http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja http://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/tgs-perburuhan/ http://dagoeng.com/bukti-wajib-lapor-ketenagakerjaan-di-perusahaan.html

Selasa, 30 April 2013

PEMELIHARAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA Pembahasan Hubungan industrial merupakan hubungan antara pelaku proses produksi barang maupun jasa yaitu pengusaha, pekerja dan pemerintah. Hubungan industrial bertujuan untuk menciptakan hubungan yang serasi, harmonis dan dinamis antara pelaku proses produksi tersebut. Oleh karena itu masing-masing pelaku produksi tersebut harus melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing secara baik. Dalam hubungan indutrial yang terlibat langsung dalam proses produksi adalah pengusaha dan pekerja, sedangkan pemeritah tidak terlibat secara langsung. Oleh karena itu pengusaha dan pekerja terlibat dalam suatu hubungan kerja yang menimbulkan hak dan kewajiban. Cara Memelihara Hubungan Kerja Pemeliharaan hubungan kerja dalam suatu organisasi sangat diperlukan. Hal ini dilakukan untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia yang ada dalam organisasi tersebut. Hal-hal yang berhubungan dengan pemeliharaan hubungan kerja antara lain: 1. Motivasi Produktivitas suatu organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan tambahan, penilaian prestasi kerja yang adil, rasional dan obyektif, sistem imbalan dan berbagai faktor lainnya. Motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian dari berbagai faktor tersebut. Akan tetapi dilihat dari sudut pemeliharaan hubungan dengan para karyawan, motivasi dan kepuasan kerja merupakan bagian yang penting. Oleh karena itu bagian yang mengelola sumber daya manusia mutlak perlu memahami hal ini dalam usahanya memelihara hubungan yang harmonis dengan seluruh anggota organisasi. Adanya motivasi yang tepat, akan mendorong para karyawan untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula. 2. Kepuasan Kerja Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dalam pekerjaannya seseorang mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas. Bentuk program perkenalan yang tepat serta berakibat pada diterimanya seorang sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi, serta situasi lingkungan akan berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang. Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan tingkat prestasi, usia pekerja, tingkat jabatan, dan besar kecilnya organisasi. C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila Untuk menunjukkan falsafah hubungan industrial pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari antara para pelaku proses produksi maka perlu diciptakan suatu kondisi dan suasana yang menunjang, agar sikap mental dan sikap sosial hubungan industrial pancasila dapat tumbuh dan berkembang sehingga menjadi perilaku semua pihak dalam pergaulan sehari-hari. Untuk menciptakan suasana yang menunjang tersebut maka perlu dikembangkan sarana-sarana utama yang menunjang terlaksananya hubungan industrial pancasila. Sarana-sarana tersebut adalah ( Dianto 2008): 1. Lembaga Kerjasama Bipartit dan Tripartit a. Lembaga kerjasama bipartit Lembaga ini penting dikembangkan di perusahaan agar komunikasi antara pihak pekerja dan pihak pengsaha selalu berjalan dengan lancar. Dengan demikian kesalahpahaman antara kedua belah pihak dapat dihindari, saling pengertian sehingga tercipta ketenangan kerja dan meningkatnya produksi dan produktifitas. b. Lembaga kerjasama tripartit Didalam perusahaan pemerintah juga merupakan pihak yang penting mewakili kepentingangan masyarakat umum. Karena itu dalam hubungan industrial pancasila keserasian antara pihak pekerja, pengusaha dan pemerintah perlu dijaga. Untuk itu lembaga lembaga tripartit perlu dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antara ketiga pihak tersebut. dengan berkembangnya lembaga kerjasama tripartit maka kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan dalam bidang hubungan industrial danpat dikomunikasikan didalam lembaga tripartid sehigga kal pancasila kebijaksanaan yang diambil pemerintah itu merupakan aspirasi dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak. 2. Kesepakatan Kerja Bersama a. Kesepakatan kerja bersama merupakan sarana yang penting dalam mewujudkan dalam mewujudkan hubungan industrial pancasila dalm praktek sehari-hari. Sebab melelaui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawaroh dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. b. Dalam kesepakatan kerja bersama semngat hubungan industrial perlu mendapat perhatian. Jiwa dari falsaafah hubungan industrial panccasil harus tercemin dalam kebijaksanaan mengenai pengupahan, syarat-syarat kerja maupun jamsos didalam kesepakatan kerja bersama. c. Untuk mendorong dicerminkanya falsafah hubungan industrial pancasila kedalam kesepakatan kerja bersama maka pada setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila 3. Kelembagaan Penyelesaian Perselisihan Industrial. a. Perlu disadari bahwa sekalipun kerjasama bipartit dan tripartit telah terbina dengan baik dan kesepakakatan kerja bersama telah pula diadakan, namun masalah perselisihan dalam praktik akan tetap terjadi dan sukar dihindari. Karena itu lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya. b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai, perantara, arbritasi, P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat meneyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah. Hal ini tentu saja akan dapat menghindari terjadinya dampak negatif dar i suatu perselisihan industrial. 4. Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. Karena itu perundangan dan peraturan kerja dapat menciptakan ketenangan dan kegairahan kerja. b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah Hubungan industrial Pancasila. Oleh karena itu peraturan perundangan yang ada perlu disempurnakan, diubah dan jika perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksaan hubungan industrial Pancasila. D. Serikat Pekerja dalam Indutri Menurut undang-undang No.13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan dan undang-undang No.21 tahun 2000 mendefinisikan serikat pekerja sebagai sebuah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas terbuka, mandiri demokrasi dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. 1. Tujuan Serikat Pekerja Dalam Henry Simamora (2004:563) menurut Pasal 1 ayat 4 undang-undang serikat pekerja tahun 2000, serikat pekerja/ serikat buruh, federasi dan konfederensi serikat pekerja/ serikat buruh bertujuan untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Tujuan kedua yaitu peningkatan tujuan sosial secara keseluruhan. Pencapain tujuan sosial telah menjadi bagian kontroversial dari filosofi serikat pekerja, terutama bagi kebanyakan orang yang umumnya lebih menyukai keuntungan adanya serikat pekerja untuk mereka sendiri. 2. Faktor-Faktor Pendukung Karyawan Masuk dalam Serikat Pekerja a. Ketidakpuasaan terhadap manajemen Beberapa alasan ketidakpuasan karyawan antara lain (Henry Simamora, 2004:560-563) 1. Kompensasi Para karyawan mendambakan kompensasi yang adil dan wajar. Upah penting bagi mereka karena upah menyediakan kebutuhan hidup dan kesenangan. Sekiranya kalangan karyawan merasa tidak puas dengan upahnya, mereka kemungkinan akan melirik bantuan serikat pekerja untuk meningkatkan standart hidup mereka. 2. Sistem upah dua tingkat Sistem upah dua tingkat (two tier wage system) adalah struktur upah yang mencerminkan tarif upah yang lebih rendah untuk karyawan yang baru diangkat tatkala dibandingkan dengan yang diterima oleh karyawan mapan yang mengerjakan pekerjaan serupa. Sistem ini merupakan salah satu perkembangan yang paling kontroversial dalam perundingan kerja bersama. Dalam sistem upah dua tingkat, karyawan yang baru diangkat dibayar lebih kecil daripada karyawan yang telah ada dalam daftar gaji. 3. Keselamatan kerja Karyawan-karyawan acapkali membutuhkan rasa keselamatan kerja dan keyakinan bahwa manajemen tidak akan mengambil keputusan yang serampangan dan tidak adil atas pekerjaan mereka. Bagi karyawan muda, keselamtan kerja (job security) sering kurang penting ketimbang bagi karyawan yang lebih tua. Tetapi seumpama para karyawan melihat manajemen secara konsisten memberhentikan karyawan yang lebih tua dalam rangka melapangkan tempat bagi karyawan yang lebih muda dan lebih agresif, mereka barangkali mulai memikirkan keselamatan kerjanya. 4. Sikap manajemen Di beberapa perusahaan, manajemen tidak peka terhadap kebutuhan para karyawannya. Pada saat situasi ini terjadi, kalangan karyawan mungkin menganggap bahwa mereka sedikit tidak berpengaruh sama sekali dalam hal-hal yang terkait dengan pekerjaan. Karyawan-karyawan yang merasa bahwa mereka benar-benar bukan bagian dari perusahaan merupakan sasaran utama pembentukan serikat pekerja. b. Saluran sosial Orang-orang perlu bersosialisasi dan menjadi bagian dari sebuah kelompok. Mereka umumnya menikmati berada di sekitar orang lain yang memiliki minat dan keinginan yang serupa. Serikat pekerja memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyatukan orang-orang yang mempunyai minat dan tujuan yang sama. Melalui pertemuan, aktivitas sosial, program pendidikan, dan proyek bersama, serikat pekerja dapat membangun ikatan persahabatan dan semangat tim yang sangat erat. c. Agar suara mereka di dengar Keinginan ekspresi diri merupakan dorongan fundamental manusia bagi sebagian besar orang. Mereka berharap dapat mengkomunikasikan tujuan, perasaan, keluhan, dan gagasan mereka kepada orang lain. Sebagian karyawan berharap lebih dari sekadar sekrup di dalam sebuah mesin besar. Mereka ingin agar manajemen mendengarkan mereka. Serikat pekerja menyediakan mekanisme penyaluran perasaan dan pikiran tersebut kepada jajaran manajemen. d. Menyediakan kesempatan untuk kepemimpinan Beberapa individu mendambakan peran kepemimpinan, namun tidak selalu mudah bagi karyawan operasional untuk berkembang ke arah posisi manajerial. Sungguhpun demikian, karyawan dengan aspirasi kepemimpinan acapkali dapat mewujudkannya melalui serikat pekerja. Manajemen perusahaan sering memperhatikan karyawan-karyawan yang menjadi ketua serikat pekerja, dan bukanlah hal yang luar biasa bagi mereka untuk mempromosikan karyawan seperti itu ke posisi manajerial sebagai penyelia. e. Tekanan rekan sejawat Teman-teman dan rekan sejawat dapat saja secara konstan mengingatkan seorang karyawan bahwa dia bukanlah seorang anggota serikat pekerja. Kegagalan menggabungkan diri dengan serikat pekerja dapat berakibat penolakan terhadap karyawan yang bersangkutan oleh karyawan lainnya. 3. Dampak Serikat Pekerja Dalam Henry Simamora (2004:556) menurut Pasal 104 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Para karyawan bergabung dengan serikat pekerja dalam upaya meningkatkan upah, kondisi kerja dan keselamatan kerja. a. Dampak monopoli Perspektif atas serikat pekerja berangkat dari premis bahwa serikat pekerja menaikkan upah di atas tingkat upah kompentitif. Kemajukan dampak gaji serikat pekerja di semua industri sebagian disebabkan oleh kemampuan serikat pekerja membawa ”upah keluar dari kompetisi”. Upah dapat keluar dari kompetisi melalui bebrapa cara, yaitu tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitif terhadap perubahan upah dan tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja. b. Dampak suara kolektif Di tempat kerja, suara seorang karyawan jarang efektif untuk mendatangkan perubahan. Selain itu, banyak karyawan yang takut akan dipecat sehingga mereka menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Penggabungan dan penggalangan suara kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen. c. Dampak terhadap manajemen dan produktivitas Serikat pekerja mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerjasama antara manajemen-karyawan. Homogenitas yang lebih kental dalam praktik-praktik sumber daya manusia sering tercapai akibat perjanjian perundingan kerja bersama yang menstandarisasi upah, jam kerja, dan kondisi kerja. Salah satu manfaat sampingan dari pembentukan serikat pekerja adalah bahwa perusahaan dapat dipaksa membenahi cara pelaksanaan fungsi-fungsi sumber daya manusianya. Moral kerja, produktivitas, dan harmoni para karyawan bisa nyata-nyata membaik manakala terjadi transisi dari suasana yang tanpa serikat pekerja dengan praktik-praktik sumber daya manusia yang menyedihkan ke suasana berserikat pekerja dengan perjanjian perundingan kerja bersama yang komprehensif. Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah kekuatan bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. d. Dampak terhadap para karyawan Pengaruh serikat pekerja terhadap para karyawan meliputi: • Ketidakpastian mengenai bayaran, jam kerja, dan kondisi kerja akan berkurang. Kompensasi dan paket tunjangan karyawan serta seperangkat peraturan kerja yang seragam akan mempersempit kemungkinan terjadinya kesalahpahaman antara kalangan karyawan dan manajemen. • Pemecatan karyawan dan perlakuan semena-mena relatif jarang terjadi di perusahaan yang berserikat pekerja karena adanya prosedur keluhan. • Serikat pekerja merupakan alat dari kalangan karyawan untuk dapat menyatukan kekuatan individual mereka ke dalam kekuatan kelompok yang sangat besar. E. Masalah Khusus yang Harus Dipecahkan dalam Hubungan Industrial 1. Masalah pengupahan a. Upah merupakan masalah sentral dalam Hubungan Industrial karena sebagian besar perselisihan terjadi bersumber dari masalah pengupahan. Bagi perusahaan upah merupakan komponen biaya yang cenderung untuk ditekan. Sedangkan bagi pekerja upah adalah sumber penghasilan bagi pekerja untuk hidup bersama keluarganya. Karena itu pekerja cenderung menginginkan upah itu selalu meningkat. Jadi terjadi perbedaan keinginan antara pekerja dan pengusaha mengenai upah. Apabila dalam perusahaan dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang adil akan dapat menciptakan ketenangan kerja, ketenangan usaha serta meningkatkan produktivitas kerja. Apabila dalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu sistem pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan di dalam perusahaan. b. Karena kondisi ketenagakerjaan yang belum menguntungkan khususnya ketidakseimbangan yang menyolok dalam pasar kerja yaitu penawaran tenaga kerja lebih besar dari permintaan tenaga kerja maka posisi tenaga kerja sangat lemah berhadapan dengan pengusaha. Akibatnya upah yang diterima pekerja sangat rendah terutama bagi pekerja lapisan bawah. Apabila upah bagi pekerja lapisan bawah penentuannya diserahkan kepada pasar tenaga kerja maka upah tersebut akan cenderung selalu menurun. Oleh sebab itu perlu dikembangkan program upah minimum untuk melindungi pekerja lapisan bawah tadi. Apabila upah masih rendah, maka orang sukar berbicara mengenai Hubungan Industrial Pancasila karena upah yang rendah adalah tidak manusiawi. Oleh sebab itu konsep upah minimum yang ada perlu dipertahankan dan diawasi pelaksanaanya. 2. Pemogokan a. Sekalipun hak mogok telah diatur dalam peraturan akan tetapi pemogokan akan merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Pemogokan merugikan semua pihak baik pekerja, pengusaha maupun masyarakat karena itu pemogokan harus dihindari dan kalau terjadi harus diselesaikan secara tuntas. b. Didalam falsafah Hubungan Industrial Pancasila yang berdasarkan musyawarah mufakat, mogok bukanlah merupakan upaya yang baik dalam menyelesaikan masalah. Namun demikian didalam peraturan perundangan kita, hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun mogok secara yuridis dibenarkan akan tetapi secara filosofis harus dihindari. Untuk itu upaya-upaya pencegahan pemogokan perlu ditingkatkan seperti pengembangan kelembagaan Bipartit, Tripartit, Kesepakatan Kerja Bersama dan Penyelesaian Perselisihan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. F. Penyelesaian Permasalahan Perburuhan Hubungan Industrial, yang merupakan keterkaitan kepentingan antara pekerja/buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat, bahkan perselisihan antara kedua belah pihak. Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapat terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenal keadaan ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan. Cara yang dapat di tempuh dalam penyelesaian permasalahan perburuhan antara lain: 1. Penyelesaian Sengketa Buruh Melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Undang-undang Hak Asasi Manusia No.39 Tahun 1999 memberi peluang bagi Buruh dan Tenaga Kerja dalam menyelesaikan sengketa buruh. Walaupun banyak kaum awam belum paham tentang tata cara penyelesaian sengketa Buruh melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Undang-undang No.39 Tahun 1999 memberi peluang sengketa buruh dapat diselesaikan melalui Komisi Hak Asasi Manusia. Pada pasal 89 ayat 3 sub h, dikemukakan Komnas HAM dapat menyelesaikan dan memberi pendapat atas sengketa publik, baik terhadap perkara buruh yang sudah disidangkan maupun yang belum disidangkan. Penjelasan Undang-undang tersebut mengatakan sengketa publik yang dimaksud di dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia tersebut termasuk 3 (tiga) golongan sengketa besar, antara lain sengketa pertanahan,sengketa ketenagakerjaan dan sengketa lingkungan hidup 2. Penyelesaian Sengketa Buruh Di Luar Pengadilan Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dalam Undang-undang No.2 Tahun 2004 memungkinkan penyelesaian sengketa buruh/Tenaga Kerja diluar pengadilan. Dalam Wahyudi Husodo (2009) a. Penyelesaian Melalui Bipartie Bipartie merupakan langkah pertama yang wajib dilaksanakan dalam penyelesaian PHI oleh penguasa dan pekerja atau serikat pekerja adalah dengan melakukan penyelesaian dengan musyawarah untuk mufakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 Undang-undang No.2 Tahun 2004 memberi jalan penyelesaian sengketa Buruh dan Tenaga Kerja berdasarkan musyawarah mufakat dengan mengadakan azas kekeluargaan antara buruh dan majikan. b. Penyelesaian Melalui Mediasi Mediasi ialah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang mediator yang netral, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 UUPPHI. Pemerintah dapat mengangkat seorang Mediator yang bertugas melakukan mediasi atau juru damai yang dapat menjadi penengah dalam menyelesaikan sengketa antara buruh dan majikan. c. Penyelesaian Melalui Konsiliasi Penyelesaian melalui Konsiliator yaitu pejabat Konsiliasi yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Tenaga Kerja berdasarkan saran organisasi serikat pekerja atau Serikat Buruh. Segala persyaratan menjadi pejabat Konsiliator tersebut di dalam pasal 19 Undang-Undang No.2 Tahun 2004. Dimana tugas terpenting dari Kosiliator adalah memangil para saksi atau para pihak terkait dalam tempo selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak menerima penyelesaian Konsiliator tersebut. d. Penyelesaian Melalui Arbitrase Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya, telah diatur di dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa perdagangan. Oleh karena itu arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam undang-undang ini merupakan pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial. Undang-undang dapat menyelesaikan perselisihan melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja dan majikan di dalam suatu perusahaan. Untuk ditetapkan sebagai seorang Arbiter sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1). 3. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Dalam UU PPHI, disebutkan bahwa hakim yang bersidang terdiri dari 3 hakim, satu hakim karir dan dua hakim ad hoc. Hakim ad hoc adalah anggota majelis hakim yang ditunjuk dari organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Hakim ad hoc, dianggap orang yang mengerti dan memahami hukum perburuhan saat ini dengan baik. "Tujuannya, karena hukum perburuhan ini mempunyai sifat yang spesifik, maka dibutuhkan orang-orang khusus yang mengerti permasalahan perburuhan. Dalam Pasal 56 Undang-undang No.2 Tahun 2004 mengatakan Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan: • di tingkat pertama mengenai perselisihan hak • di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan • di tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja • di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. G. Peranan Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Perselisihan Perburuhan Di negara manapun pemerintah selalu berkpentingan dalam perdamaian industrial (industrial peace). Berarti pemerintah selalu berkepentingan dalam penyelesaian perselisihan perburuhan secara damai. Kepentingan tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, seperti pandangan politik, ekonomi dan ketertiban masyarakat. Sudut pandang tersebut dapat dibenarkan antara lain karena kehidupan industrial mempunyai dampak terhadap berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tambahan pula, pemerintah memang bertanggung jawab dan mempunyai wewenang untuk mengatur semua segi kehidupan berorganisasi, bermasyarakat dan bernegara. Peranan pemerintah dalam penyelesaian pereselihan perburuhan pada hakikatnya berkisar pada: a. Menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan tentang hubungan industrial dalam negara yang bersangkutan dan cara-cara penyelesaiannya dalam hal hubungan industrial itu terganggu. b. Mengawasi pelaksaan berbagai peraturan perundang-undangan tersebut. c. Mencegah timbulnya perselisihan perburuhan. d. Bertindak selaku mediator apabila perselisihan perburuhan terjadi sehingga diperoleh penyelesaian yang serasi antara lain dengan mempermudah prosedur yang ditempuh dalam proses arbitrasi. Adanya serangkaian peraturan perundang-undangan tentang hubungan industri yang disertai ketentuan-ketentuan penyelesaian perselisihan perburuhan sangat penting artinya untuk dijadikan pegangan, baik oleh para pekerja dan serikat pekerja, manajemen maupun arbitrator. Peranan pemerintah selaku pendorong penyelesaian perselisihan perburuhan yang saling menguntungkan pada umumnya diterima baik oleh para pekerja maupun oleh manajemen. Pemerintah dapat berperan penting sebagai mediator seperti misalnya dalam hal mengusulkan arbitrator kepada kedua belah pihak yang beresengketa. Dengan menerima arbitrator yang diusulkan oleh pemerintah itu, proses arbitrasi diharapkan dapat berjalan dengan lancar. sumber : http://danang-leo-handoko.blogspot.com/2012/01/pemeliharaan-hubungan-industrial.html Siagian, Sondang. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed.1, Cet.17. Jakarta:Bumi Aksara

Minggu, 28 April 2013

Tulisan tentang hubungan industrial pancasila dalam bisnis HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA A. Umum 1. Pengertian Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. 2. Tujuan Tujuan hubungan industrial pancasila adalah : a) Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur. b) Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. c) Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. d) Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. e) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia. 3. Landasan a) Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah. b) Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional. B. Pokok pokok pikiran dan pandangan industrial pancasila 1. Pokok-pokok Pikiran a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin. c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. 2. Asas-asas untuk mencapai tujuan a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan. b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi. 3. Sikap mental dan sikap social Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. C. Pelaksaan hubungan industrial pancasila 1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit a. Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancar. b. Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut. 2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) a. Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian. c. Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila. 3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial a. Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya. b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah. 4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila. 5. Pendidikan hubungan industrial a. Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan. b. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah. D. Beberapa masalah khusus yang harus dupecahkan dalam hubungan industrial pancasila 1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan. 2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari. HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMELIHARAANNYA A. Tahapan dalam Hubungan Industrial 1. Pengertian Hubungan Industrial Hubungan industrial sebenarnya merupakan kelanjutan dari istilah Hubungan Industrial Pancasila. Berdasarkan literatur istilah Hubungan Industrial Pancasila (HIP) merupakan terjemahan labour relation atau hubungan perburuhan.Istilah ini pada awalnya menganggap bahwa hubungan perburuhan hanya membahas masalah-masalah hubungan antara kerja/buruh dan pengusaha. Berdasarkan Pedoman Pelaksanaan Hubugan Industrial Pancasila (HIP) departemen Tenaga kerja (Anonim, 1987:9) pengertian HIP ialah suatu sistem yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang di atas keperibadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. Untuk itu sebagai wujud pelaksanaan hubungan kerja antara pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah harus sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, artinya segala bentuk perilaku semua subjek yang terkait dalam proses harus mendasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila secara utuh. Dalam pasal 1 angka 16 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa pengertian istilah hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para perilaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri atas unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 2. Landasan Hubungan Industrial Landasan hubungan industrial terdiri atas; a. Landasan idil ialah pancasila b. Landasan konsitusional ialah undang-undang dasar 1945 c. Landasan opersainal GBHN yang ditetapkan oleh MPR serta kebijakan-kebijakan lain dari pemerintah 3. Tujuan Hubungan Industrial Berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia. Sedemikian berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait dalam hubungan industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan industrial dengan baik. 4. Ciri-ciri Hubungan Industrial a) Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja, melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. b) Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya. c) Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan perusahaan. d) Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan. e) Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar rasa keadilan dan kepatutan. 5. Sarana Hubungan Hubungan Industrial a. Serikat pekrja/serikat buruh b. Organisasi pengusaha c. Lembaga kerja sama bipartit d. Lembaga kerja sama Tripartit e. Peraturan Perusahaan f. Perjanian kerja bersama g. Peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan dan h. Lebaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial B. Kesepakatan Kerja Bersama Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan. Sedangkan perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13). Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja. Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja bersama (PKB), seperti: a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO); b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA); c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah perjanjian perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun 1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang Nomor 13 tahun 2003). C. Hubungan Bipartit dan Tripartit Yaitu forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di satu perusahaan, yang anggotanya terdiri atas pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau unsur pekera/buruh (periksa Kaputusan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor Kep-255/Men/2003 tentang Tata Cara Pembentukan dan Susunan Keanggotaan Lemaga Kera Sama Bipartit). Sedangkan Tripartit yaitu forum komunikasi, lonsultasi dan musyawarah tentang masalah ketenagakerjaan, yang anggotanya terdiri atas unsur organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah (periksa Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2005 tentang Tata kerja dan Susunan Organisasi Lembaga kerja sama Tripartit). Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. D. Tata Cara Menyusun Kesepakatan Kerja Bersama dalam Organisasi Seperti lajimnya perjanjian, pembuatan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja sama juga ada ketentuan-ketentuannya. Ketentuan-ketentuan dimaksud adalah: 1. Pembuatan peraturan perusahaan a. wajib bagi perusahaan yang memperkerjakan minimal sepuluh orang pekerja/buruh. b. kewajiban butir (1) tidak berlaku bagi perusahaan yang sudah memiliki perjanjian kerja sama. c. memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh, atau serikat pekerja/buruh. Disamping iru dapat juga berkonsultasi kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. d. materi yang diatur adalah syarat kerja yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan dan rincian pelaksanaan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. e. sekurang-kurangnya memuat: a. hak dan kewajiban pengusaha; b. hak dan kewajiban pekera/buruh; c. syarat pekerja; d. tata tertib perusahaan ; dan e. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan. f. pembuatnya dilarang: a. menggantikan perjanjian kerja bersama yang sudah ada sebelumnya; b. bertentangan denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. g. Pembuatan peraturan perusahaan tidak dapat diperselisihkan karena merupakan kewajiban dan menjadi tanggung jawab pengusaha. h. wajib mengjajukan pengesahan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk (yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaank). i. wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh. 2. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) a. Salah satu pihak (serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha) mengajukan perbuatan perjanjian kerja bersama secara tertulis, disertai konsep perjanjian kerja bersama. b. Menimal keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh 50% dari jumlah pekerja/buruh yang ada pada saat pertama pembuatan perjanjian kerja bersama. c. Perundingan dimulai paling lambat tiga puluh hari sejak permohonan tertulis. d. Pihak-pihak yang berunding adalah pengurus serikat pekerja/serikat buruh dan pimpinan perusahaan yang bersangkutan, dengan membawa surat kuasa masing-masing. e. Perundingan dillaksanakan oleh tim perundingan dari kedua belah pihak, masing-maisng lima orang. f. Jangka waktu perundingan bipratit adalah tifa puluh hari sejak hari pertama dimulainya perundingannya. g. Tata tertib perundingan sekurang-kurangnya memuat: 1) Tujuan pembuatan tata tertib; 2) Susunan tim perunding; 3) Lamanya masa perundingan; 4) Materi perundingan; 5) Tempat perundingan; 6) Tata cara perundingan; 7) Cara penyelesaian apabila terjadi kebutuhan perundingan; 8) Sahnya perundingan; dan 9) Biaya perundingan. h. Selama proses perundingan masing-masing pihak dapat berkonsultasi kepada pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. i. Apabila perundingan gagal dan tidak tercapai sesuai dengan jangka waktu yang disepakati dalam tata tertib, maka kedua pihak dapat menjadwal kembali perundingan tersebut dengan jangka waktu paling lama tiga puluh hari setelah perundingan gagal. j. Apabila upaya perundingan ulang pada butir (9) tidak menyelesaikan pembuatan perjanjian kerja sama (PKB), slah satu pihak atau kedua melaporkan dan meminta bantuan penyelesaian pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. k. Penyelesaian oleh instansi sebagaimana dimaksud butir (10) dilakukan dengan mengacau Undaang-undang Nomor 2 Tahun 2004. l. Apabila upaya penyelesaian dimaksud butir 10 dilakukan melalui mediasi dan para pihak atau salah satu pihak tidak menerima anjuran mediator, maka atas kesepakatan para pihak, mediator melaporkan kepada menteri untuk menetapkan langkah-langkah ppenyelesaian. m. Sebagai tindak lantut, menteri dapat menunjuk pejabat untuk melakukan penyelesaian pembuatan PKB. n. Apabila upaya penyelesaian oleh pejabat yang ditunjuk menteri tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial di daerah hukum tempat pekerja/buruh pekerja. o. Apabila daerah hukum tempat pekerja/buruh bekerja melebihi satu daerah hukum pengadilan hubungan industrial, gugatan diajukan pada pengadilan industrial yang didaerah hukumnya mencakuo domisili perusahaan. E. Peranan Pemerintah dalam Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Membahas perselisihan identik dengan mebahas masalah konfik. Secara sosiologis perselisihan dapat terjadi di mana-mana, di lingkungan rumah tangga, sekolah, pasar, terminal, lingkungan kerja, dan sebaginya. Demikian pula mengenai perselisihan hubungan industrial (dahulu disebut perselisihan perburuhan) terkadang tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu semua pihak yang terlibat dalam perselisihan harus besifat dan bersikap lapang dada serta berjiwa besar untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi tersebut. Secara historis pengertian perselisihan perburuhan adalah pertentangan antara majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gangguan serikat buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja, syarat-syarat kerja, dan/atau keadaan perburuhan (pasal 1 ayat (1) huruf c undang-undang nomor 22 tahun 1957). Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-15A/Men/1994, istilah perselisihan perburuan diganti menjadi perselisihan hubungan industrial. 1. Jenis-jenis hubungan industrial a. Perselisihan Hak (Rechtsgeschillen) b. Perselisihan Kepentingan (Belangengeschillen) c. Perselisihan PHK d Perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan 2. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Perburuhan) Secara teoritis ada tiga kemungkinan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial (Budiono, 1995: 161), yaitu melalui perundingan. Menyerahkan kepada juru/dewan pemisah, dan menyerahkan kepada pegawai perburuhan untuk diperantarai. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 yahun 2004, maka prosedur penyelesaian hubungan industrial ditempuh dalam empat tahap antara lain: - Bipartit - Konsiliasi atau Arbitrase - Mediasi - Pengadilan Hubungan Industrial a. Bipartit Pengertian bipartit dalam hal ini sebagai mekanisme adalah tata cara atau proses perundingan yang dilakukan antara dua pihak, ayitu pihak pengusaha dengan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, antara lain, apabila terjadi perselisihan antara pengusaha dengan pekera/buruh diperusahaan (surat edaran Direktur Jendral Pembinaan Hubungan Industrial Nomor SE-01/D.PHI/XI/2004. perundingan bipartit pada hakikatnya merupakan upaya musyawrah untuk mufakat antara pihak pengusaha dan pihak pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh. Lingkup penyelesaian hubungan industrial melalui bipartit meliputi keempat jenis perselisihan, yakni perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. b. Konsiliasi atau Arbitrase Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi meliputi tiga jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 13 Undang-undang Nomor 12 tahun 2004), sedangkan arbitrase, lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial meliputi dua jenis perselisihan yakni perselisihan kepentingan dan perselisihan antara SP/SB dalam suatu perusahaan (ppasal 1 angka 15 undang-undang nomor 2 tahun 2004). c. Mediasi Lingkup penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi meliputi empat jenis perselisihan yakni, perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan PHK, dan perselisihan antara pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan (pasal 1 angka 11 undang-undang nomor 2 tahun 2004) d. Pengadilan Hubungan Industrial Dalam hal tidak tercapai penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi, maka salah satu pihak atau para pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial. Yang perlu diingat bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan ditempuh sebagai alternatif terakhir, dan secara hukum ini bukan merupakan kewajiban bagi para pihak yang berselisih, tetapi merupakan hak. Tidak jarang ditemui adanya aparat atau sebagian pihak yang salah presepsi terhadap hal ini. Jadi, mengajukan atau tidak mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial hanya merupakan hak para pihak, bukan kewajiban (periksa Pasal 5, 14 dan 24 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Sumber tulisan : http://dwiangghina31207314.wordpress.com http://ddayipdokumen.blogspot.com manajeman hubungan industrial penerbit : http://www.belbuk.com/lembaga-penerbit-feui-m-126.html

Kamis, 18 April 2013

pengertian,tujuan,pokok-pokok pelaksanaan hubungan dan masalah khusus dalam hubungan industrial pancasila 1. Pengertian Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945 yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia. 2. Tujuan Tujuan hubungan industrial pancasila adalah : a) Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia yaitu masyarakat adil dan makmur. b) Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. c) Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. d) Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. e) Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya manusia. 3. Landasan a) Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah. b) Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas nasional. B. Pokok-pokok Pikiran dan Pandangan Hubungan Industrial Pancasila 1. Pokok-pokok Pikiran a) Keseluruhan sila-sila dari pada pancasila secara utuh dan bulat yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. b) Pengusaha dan pekerja tidak dibedakan karena golongan, kenyakinan, politik, paham, aliran, agama, suku maupun jenis kelamin. c) Menghilangkan perbedaan dan mengembangkan persamaan serta perselisihan yang timbul harus diselesaikan melalui musyawarah untuk mufakat. 2. Asas-asas untuk mencapai tujuan a) Asas-asas pembangunan nasional yang tertuang dalam GBHN seperti asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, demokrasi, adil dan merata, serta keseimbangan. b) Asas kerja yaitu pekerja dan pengusaha merupakan mitra dalam proses produksi. 3. Sikap mental dan sikap social Sikap social adalah kegotong-royongan, toleransi, saling menghormati. Dalam hubungan industrial pancasila tidak ada tempat bagi sikap saling berhadapan/ sikap penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. C. Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila 1. Lembaga kerjasama Bipartit dan Tripartit a. Lembaga kerjasama bipartite dikembangkan perusahaan agar komunikasi antar pihak pekerja dan pihak pengusaha selalu berjalan dengan lancer. b. Lembaga kerjasama tripartite dikembangkan sebagai forum komunikasi, konsultasi dan dialog antar ketiga pihak tersebut. 2. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) a. Melalui kesepakatan kerja bersama dapat diwujudkan suatu proses musyawarah dan mufakat dalam mewujudkan kesepakatan kerja bersama. b. Dalam kesepakatan kerja bersama semangat hubungan industrial pancasila perlu mendapat perhatian. c. Setiap kesepakatan kerja bersama supaya paling sedikit harus memiliki suatu pendahuluan/mukadimah yang mencerminkan falsafah hubungan industrial pancasila. 3. Kelembagaan penyelesaian perselisihan industrial a. Lembaga yang diserahi tugas penyelesaian perselisihan industrial perlu ditingkatkan peranannya melalui peningkatan kemampuan serta integritas personilnya. b. Kelembagaan penyelesaian perselisihan baik pegawai perantara, arbitrase P4D/P4P yang berfungsi dengan baik akan dapat menyelesaikan perselisihan dengan cepat, adil, terarah dan murah. 4. Peraturan perundangan ketenagakerjaan a. Peraturan perundangan berfungsi melindungi pihak yang lemah terhadap pihak yang kuat dan memberi kepastian terhadap hak dan kewajibannya masing-masing. b. Setiap peraturan perundangan ketenagakerjaan harus dijiwai oleh falsafah hubungan industrial pancasila. Karena itu kalau perlu diciptakan peraturan perundangan yang baru yang dapat mendorong pelaksanaan hubungan industrial pancasila. 5. Pendidikan hubungan industrial a. Agar falsafah hubungan industrial pancasila dipahami oleh masyarakat, maka falsafah itu disebarluaskan baik melalui penyuluhan maupun melalui pendidikan. b. Penyuluhan dan pendidikan mengenai hubungan industrial pancasila ini perlu dilakukan baik kepada pekerja/serikat pekerja maupun pengusaha dan juga aparat pemerintah. D. Beberapa masalah khusus yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan hubungan industrial pancasila 1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha serta peningkatan produktivitas kerja. Apabila didalam perusahaan tidak dapat diciptakan suatu system pengupahan yang baik, maka upah akan selalu menjadi sumber perselisihan didalam perusahaan. 2. Pemogokan Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari. SUMBER : http://dwiangghina31207314.wordpress.com http://idaps30207548.wordpress.com/2010/04/19/rangkuman-bab-ii/